Beranda | Artikel
Syarat Khulu` (Minta Cerai)
Jumat, 22 April 2016

SYARAT KHULU’ (MINTA CERAI)

Pertanyaan.
Kapankah seorang wanita diperbolehkan khulu`?

Jawaban.
Khulu` ialah perceraian antara pasangan suami istri dengan keridhaan keduanya, dan dengan imbalan yang diserahkan istri kepada suaminya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan permasalahan ini dalam firmanNya:

وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri utuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim. [al-Baqarah/2:229].

Demikian juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda dalam hadits Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu, beliau berkata:

جَاءَتْ امْرَأَةُ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَنْقِمُ عَلَى ثَابِتٍ فِي دِينٍ وَلَا خُلُقٍ إِلَّا أَنِّي أَخَافُ الْكُفْرَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ n فَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ فَقَالَتْ نَعَمْ فَرَدَّتْ عَلَيْهِ وَأَمَرَهُ فَفَارَقَهَا

Istri Tsabit bin Qais bin Syammâs datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak membenci Tsabit dalam agama dan akhlaknya. Aku hanya takut kufur,” maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah engkau mengembalikan kepadanya kebunnya?” Ia menjawab, “Ya,” lalu ia pun mengembalikan kepadanya, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Tsabit untuk menceraikannya. [HR al-Bukhâri].

Dari ayat dan hadits di atas, dapat diambil penjelasan bahwa khulu` diperbolehkan, apabila sang wanita sudah tidak dapat tinggal bersama suaminya karena sangat membencinya, takut tidak dapat menunaikan hak suami dan khawatir tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah dalam menaati-Nya. Demikian juga bila suami memiliki keyakinan dan perbuatan yang dapat mengeluarkannya dari Islam.

Syaikh Abu Mâlik menukil dari kitab al-Mufashal fî Ahkam al-Mar’ah yang berbunyi: “Demikianlah hukum pada masalah ini, seandainya sang suami memiliki keyakinan atau perbuatan yang dapat mengeluarkan istrinya dari Islam dan menjadikannya murtad. Sang wanita tidak mampu membuktikannya di hadapan hakim peradilan untuk dihukumi berpisah atau mampu membuktikannya, namun hakim peradilan tidak menghukuminya murtad dan tidak juga kewajiban berpisah, maka dalam keadaan seperti ini, wajib bagi wanita tersebut meminta dari suaminya untuk khulu` walaupun harus menyerahkan harta. Karena seorang muslimah tidak pantas menjadi istri seorang yang memiliki keyakinan dan perbuatan kufur.[1]

Wallahu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XI/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
________
Footnote
[1] Shahîh Fiqih Sunnah, 3/343.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4719-syarat-khulu-minta-cerai.html